Minggu, 14 Februari 2010

Cerpen Sial

Cerpen Sial
Betul kalau dibilang menunggu adalah hal yang paling menyebalkan, seperti yang terjadi saat ini. Menunggu giliran untuk sampai di meja Teller. Antrian berjalan amat lambat karena banyak nasabah yang menyetor dalam jumlah puluhan juta rupiah. Aku mulai menggerutu dalam hati. Hanya ingin mengambil honor saja harus berdiri lebih dari setengah jam. Aku memang mendisiplinkan diri untuk tidak memakai ATM Praktis sih praktis, tetapi bikin tabunganku jebol karena iginnya menarik uang terus. Buat foya-foya. Kupandangi mesin listrik yang tengah menghitung tumpukan uang dalam ikatan lima juta rupiah. Seandainya saja ada yang memberiku satu ikat saat ini …
Semakin dekat ke teller, rambatan antrian semakin terasa pelan saja. Faktor psikologis membuat makin banyak nasabah yang mengeluh kesal. Bagaimana tidak, tiba-tiba saja ada seorang ibu berselop tinggi dengan rambut disasak rapi yang langsung menuju teller. Nomor tujuh dan menunjukkan uangnya untuk disetor. Tampak jelas wajah malu ibu itu sewaktu digiring satpam menuju tempat antri jatahnya. Dan ketika sampai pada giliranku, betisku rasanya sudah menyamai paha besarnya. Pegal betul. Segelas es teh manis menari-nari di otakku. Terasa sesekali kepenatan menerjang kedua kakiku yang terbungkus celana jenas model terbaru.
“Mbak, mbak, KTP mbak jatuh.” Tepukan dipundakku membuatku berpaling cepat. Saat itu aku sudah diluar pintu geser yang otomatis membuka dan menutup seiring kedatangan para nasabah.
“Ini.” Benar, itu KTP-ku, tetapi bagaimana mungkin ? rasanya tadi benda itu sudah kusimpan baik-baik dalam dompet. Berdampingan dengan beberapa lembar ratusan ribu yang barusan kuambil. Ah, pasti aku teledor karena urusan antri-mengantri tadi sehingga konsentrasiku pun berkurang. Aku mencatat hasil ketidak telitianku dalam hati supaya tidak terulang lagi nanti. Beruntung ada orang yang berbaik hati mengembalikannya saat ini. Kalau tidak, ah …….

“Hati-hati, mbak, kalau hilang mengurusnya kan repot.”
“Terima kasih,” ucapku tulus pada si pemilik suara. Cowok itu begitu harum parfum macho yang kusuka berkelebatan di sekitar kami.
“Mau ke kampus ?”
“Sebenarnya iya, tapi saya mau sarapan dulu di warteg,” jawabku.
Ih ngapain juga dibilang-bilang mau sarapan di warteg ? memangnya dia nanya ? bukannya nipu kek mau jajan di mana gitu yang agak elit sedikit. Siapa tahu kalimat itu terlontar sekedar untuk basa-basi karena bingung ingin berkata apa lagi.
Cowok itu tersenyum. Kelihatan giginya yang rapi. Dan senyum itu tampak lebih manis dengan titik kecil tahi lalat di sudut kiri bawah bibirnya.
“Padat betul antrian hari ini, ya ?” saya juga capek banget berdiri.”
Aku mengangguk cepat dan menarik napas panjang. “Ngomong-ngomong dari mana kamu tahu kalau saya mau ke kampus ?”
“Saya sering lihat Mbak di kampus kok. Bareng aja ya … hari ini saya juga ada perlu, meskipun gak ada kuliah. Saya Ega Pratama.”
“Ah, masa iya ? fakultas apa ? jurusan apa ? semester berapa kamu ?” kuberondong dia dengan pertanyaan karena rasa penasaran yang melanda jantung dan otakku. Masalahnya aku bukan orang yang cukup ngetop untuk diperhatikan cowok setampan Hendar tadi. Sebersit rasa Ge-Er membuat jari tanganku dingin mendadak. Wah, hatiku mulai terbang ke langit seiring dengan khayalan norakku. Pikir-pikir sudah berapa lama Ega memperhatikanku ya ?
kami menyusuri tempat parkir yang mulai dipadati oleh puluhan mobil dan motor dari berbagai jenis merk. “Itu motorku.”
Duh simpatiknya cowok ini. Lumayan, ditengah penatnya pagi hari, gara-gara mengantri tadi aku bisa duduk berduaan dengannya sekarang kami bercakap-cakap tentang apa saja yang jelas bukan tentang perkuliahan. Sampai aku tersadar, jalan didepanku bukan menuju kampus kami.
“Eh, eh, eh, kita mau kemana ?” tanyaku dengan keryitan di dahi tanda curiga.
“Katanya mbak lapar ?’ saya mau tunjukin satu warung mie ayam yang enak di lidah dan enak di kantong untuk ukuran anak kampus. Gak keberatan kan ?”
“Oo… okelah.” Kulirik omega mungil di pergelangan kiriku. Masih ada waktu sekitar satu jam lebih sebelum kuliah dimulai.
Akhirnya resto yang kami tuju memang agak jauh dari kampusku. Tempatnya tidak terlalu besar tetapi berish.
Kuacungi jempol ke arahnya. Ega benar sekali. Mie ayam bakso jamur yang ku pesan memang luar biasan enaknya. Bersyukur juga bisa mendapatkan kedai baru pengisi perut. Sulis, Watik, Emy dan Tutik para sahabatku harus kuajak kemari suatu saat nanti.
“Kamu sering ke sini ya ?”
“Nggak selalu, tetapu dalam sebulan saya pasti beberapa kali mampir kesini,” kulanjutkan menghabiskan menu sarapanku dengan santai. Ega sendiri hanya menium es jeruk dan makan tahu goreng. Katanya perutnya masih penuh.
“Mbak, bisa tunggu sebentar, ya .. Aku kok tiba-tiba sakit perut sepuluh menit saja paling lama. Maaf ya , panggilan alam nih,” ujar Ega berusaha melucu sambil memegangi perutnya.
Aku mengiyakan, tak begitu peduli, sambil menyeruput pelan-pelan teh tawar yang disediakan. Tubuhku mulai berkeringat karena sambal teman mie ayam pedasnya aduhai banget. Kusandarkan tubuh ke kursi karena kekenyanagn.
Sepuluh menit, lima belas menit, dua puluh menit, yang kutunggu tidak muncul-muncul. Arlojiku mulai mengingatkan bahwa kuliah akan mulai lima belas menit lagi. Kubereskan catatan kecil draf cerpenku dan mulai menoleh ke kanan-kiri.
“Mbak…mbak… tolong liatin di kamar mandi dong cowok yang tadi datang sama saya,” pintaku pada salah seorang pelayan.
“Cowok mbak yang tadi ?”
“Iya yang datang sama saya tadi, lho.”
“Kan sudah pulang ?”
“Pulang ? Dia tadi bilang mau ke toilet dulu sebentar.”
“Tapi di kamar mandi tidak ada siap-siapa, mbak.”
“Ah, masa ? coba liat dulu ?”
“Saya kan baru keluar dari kamar mandi. Lagi pula cowok mbak tadi langsung pergi setelah mbak kasih uang dari dompet. Tapi dia sudah bayar semua pesanan kok.”
Astaga ! rasanya wajahku seputih mayat sekarang. Aku berusaha menepis kecurigaan yang mencuat sambil merogoh-rogoh tas ranselku. Kurasakan jari-jari tanganku mendadak lemas tak bertenaga.
Benda-benda yang kucari tak ada di tempatnya.
“Sebenarnya tadi kami heran, kok mbak ngasih Hand pone juga ke dia. Tapi kan ..” My God ! Suara pelayan tadi seolah tidak bida kudengar lagi. Kupingku berdenging panjang. Kepanikan menyerangku ketika ponsel dan uang honorku sudah tidak ada lagi ditempatnya. Masya Allah ! bahkan amplop berisikan uang semesteran dari ibuku pun telah raib.
Jelas-jelas aku tertipu ! aku telah dihipnotis, gendam, sirep atau apalah namanya. Berita yang sering ku baca di koran kini menimpaku dengan amat mudahnya. Kurang ajar ! ternyata Ega yang ganteng itu adalah salah satu pelaku kejahatan yang sedang ngetren belakangan ini. Dan aku? sekarang tengah kebingungan tanpa uang sepeserpun. Masih untung kejadian ini di jam sibuk pagi hari. Dan aku tidak ditinggalkan di tempat entah-berantah yang tidak ku kenal. Atau yang lebih buruk lagi, bagaimana kalau tadi aku sampai di perkosa? iih, mengerikan !
Kugeleng-gelengkan kepala untuk mengusir pening yang makin mengganas. Honorku lenyap. Uang semesteranku juga amblas. Bagaimana dia bisa tahu kalau ada uang lain di ranselku ? kuliaku juga sudah berlangsung setengah jam yang lalu. Aku masih bengong dan linglung. Tak punya tenaga untuk melakukan apa-apa. Mungkin satu-satunya jalan adalah pulang ke rumah lalu menangis karena nasib sial yang menimpaku barusan. Aku menyesal karena lupa berdo’a kepada Allah sebelum berangkat ke Bank tadi.
Pelayan-pelayan itu masih bergantian mengipasiku karena butiran-butiran keringat sebesar jagung tidak henti-hentinya mengucur membasahi seluruh tubuhku. Ditambah lagi air mata mulai meleleh dan lama kelamanan makin menyungai di pipiku.
Satu-satunya hikmah yang bisa ku petik dari kejadian ini adalah selalu ingat dan berdo’a kepada Allah dimanapun dan kapanpun kita berada. Aku berharap tidak ada lagi orang mendapat kesialan seperti yang kalian baca sekarang. Bah!!.
Suport By : RIZKY KOMPUTER Jl. Mastrip Beji Boyolangu Tulungagung Melayani : Pengetikan, Rental, Servis, Scaner, Jual Beli, Shooting & Editing Video HP. 081335991179

Tidak ada komentar:

Posting Komentar